CIREBON- Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 lalu menyebutkan, terdapat 10.639 desa pesisir yang tersebar di 300 kabupaten/kota dari total sekitar 524 kabupaten/kota se-Indonesia. Dari jumlah tersebut, 7,87 juta jiwa atau 25,14% dari total penduduk miskin nasional yang berjumlah 31,02 juta jiwa, berasal dari desa pesisir.
Potret tersebut berbanding terbalik dengan kondisi kekayaan laut Indoensia yang melimpah ruah, sehingga dibutuhkan undang-undang yang dapat melindungi dan memberdayakan nelayan yang merupakan penduduk pesisir, agar tidak selalu menjadi masyarakat miskin di Indonesia.
Hal itu dikemukakan, Sekretaris Jendral (Sekjen) Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana saat menggelar Diskusi Kampung Nelayan, yang merupakan rangkaian pelaksanaan pesta laut (nadran) nelayan Desa Gebang Kulon, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, di balai desa setempat, Selasa (29/9).
“SNI saat ini sedang menanti diterbitkannya Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, sebagai harapan baru yang memihak kepada nelayan kecil dan tradisional. Rancangan Undang-Undang (RUU) ini perlu dikawal oleh SNI, agar kejadiannya tidak seperti pada UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang digugat (judicial review) di Mahkamah Konstitusi oleh organisasi tani di Indonesia,” kata Budi.
Hingga kini, lanjut Budi, meski laut sangat kaya dan memiliki sumber kekayaan yang berlimpah, namun nelayan di Indonesia masih banyak hidupnya berada di bawah garis kemiskinan.
“Hal ini menjadi kontras dengan kekayaan laut di Indonesia. Di dalam Progam Legislasi Nasional (Prolegnas) periode tahun 2010-2014 telah diagendakan pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Dan kini rancangan undang-undang tersebut masuk dalam prioritas Prolegnas tahun 2015,” ujarnya.
Dikatakannya, RUU yang telah lama diperjuangkan oleh para nelayan Indonesia dapat memberi harapan baru terkait ketidakhadiran negara saat nelayan beraktivitas selama ini, terutama para nelayan kecil. Menurut dia, sejak awal SNI dilibatkan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi IV DPR-RI dan memberikan beberapa masukan dari draf yang telah ada.
Menurutnya, melalui diskusi kampung nelayan yang diadakan tersebut, diharapkan menjadi kesiapan nelayan di Kabupaten Cirebon dalam menyambut lahirnya undang-undang itu.
“Jujur RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam belum banyak diketahui pemerintah daerah, khususnya kepala dinas kelautan dan perikanan, apalagi nelayan itu sendiri. Dan ini menjadi tugas SNI baik yang berada di pusat, provinsi, kabupaten, hingga desa untuk dapat mengawal dan memberikan masukan terhadap isi RUU ini, sebelum disahkan menjadi Undang-Undang,“ paparnya.
Melalui diskusi itu pula, menurut dia, pihaknya mendorong pemerintahan kabupaten, eksekutif dan legislatif untuk mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sejalan dengan undang-undang tersebut, nanti.
“Diskusi yang menghadirkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, DPRD Kabupaten Cirebon, dan petambak garam ini, diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Kabupaten Cirebon yang hidupnya tergantung dari perairan wilayah pesisir dan laut, seperti adanya kemudahan akses pasar, permodalan, wilayah tangkap, perumahan bagi nelayan, keamanan nelayan yang bekerja, pendidikan, dan ansuransi nelayan,” ujar pria yang akrab disapa Butet tersebut.
Lebih lanjut Butet berharap, dengan semangat membangun poros maritime, Pemerintah Kabupaten Cirebon, baik pihak eksekutif dan legislatif untuk bisa bekerjasama membangun masyarakat pesisir.
“Kami berharap pemerintah hadir di tengah mereka (nelayan, red),“ pungkasya.
Perlindungan Nelayan
Sementara itu di tempat yang sama, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Cirebon, Ali Efendi mengatakan, sejumlah poin yang oa tangkap dalam diskusi tersebut yakni adanya masukan yang perlu disampikan kepada anggota DPR yang tengah membahas RUU tentang Nelayan tersebut di Senayan, salah satunya menyangkut perlindungan nelayan dan keluarganya.
“Pertama banyaknya nelayan yang hilang tetapi keluarganya tidak mendapatkan perlindungan, dalam draf diusulkan untuk mendapatkan asuransi dengan premi dijamain pemerintah, kemudian juga soal harapan para petambak garam yang mengharapkan ada lembaga yang menangani garam, serta subsidi bagi para petambak garam. Jadi kalau di pertanian ada Bulog, di sektor kelautan pun diharapkan ada lembaga seperti PT. Garam, yang melalui instruksi presiden dapat mengatur harga garam sehingga nanti ada standar harganya,“ terang Ali.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Hj. Yuningsih menyepakati usulan terkait adanya kesejahteraan dan perlindungan nelayan dan keluarga nelayannya oleh pemerintah, termasuk perhatian pada petambak garam.
“Kehidupan nelayan saat ini masih termarjinalkan. Jangankan kesejahteraannya, bahkan nyawanya juga kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak keluhan terutama soal keamanan yang belum mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah, karenanya mesti diikat melalui undang-undang,” kata Yuningsih. (NAW) sumber : fajarnews.com
0 comments:
Post a Comment